
BRMP Pengelola Hasil dan BRMP Padi Gali Potensi Implementasi Pengendalian secara Partisipatif
Sukamandi (26/8) – Balai Besar Perakitan dan Modernisasi Pertanian Tanaman Padi (BRMP Padi) di Sukamandi bersama Balai Pengelola Hasil Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP PH) secara partisipatif mendiskusikan mekanisme pengendalian atas upaya mendorong pemanfaatan yang jauh lebih besar dari hasil-hasil kekayaan intelektual berupa Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), Paten, Hak Cipta, dan Merek. Saat memantik diskusi dari Kepala BRMP PH, Nuning Nugrahani menyebutkan bahwa biaya pemeliharaan dengan pembayaran per satu varietas, cukup tinggi nilainya, dan diposisi bahwa PVT tersebut tidak dikomersialkan, maka biaya pemeliharaan ini menjadi cost yang harus dianggarkan, jelasnya.
Dr. Rina Wening, selaku Ketua Kelompok Layanan Kerja Sama BRMP Padi menanggapi hal pembiayaaan pemeliharaan HKI yang cukup besar ini adalah sebagai hal yang baru. Ia kemudian juga memahami, penyebaran benih varietas yang telah ber-PVT kepada masyarakat tanpa melisensi akan sulit mengaturnya, terutama apabila varietas tersebut sudah dikenal di masyarakat.
Karakter spesifik masing-masing teknologi ini ditekankan Nuning sebagai ‘kunci’ yang harus benar-benar dipahami Satker pemilik teknologi sebagai pengendali kepada pelisensi nantinya, tambahnya. Misal disebutkan oleh Dr. Suprihanto, SP. M.Si., bahwa untuk varietas padi inbrida sepertinya harus disepakati ruang perbanyakan yang dilakukan pada kelas benih SS saja, tidak lagi dikelas benih yang masih memungkinkan diperbanyak. Terkait hal ini, pengendalian harus benar-benar tercermin saat permohonan benih dilakukan melalui UPBS. Dalam form permohonan nanti harus disebutkan tujuan pengajuan perbenihan tersebut, jelas Nuning. Kemudian Jayu, MBA, selaku Katim Program dan Evaluasi, BRMP PH juga menambahkan bahwa sesuai UU 11/2019 sudah disebutkan adanya konteks bahwa ketika varietas memiliki perlindungan PVT, maka esensi tujuan untuk penelitian, dan diseminasi, tetap dapat dilakukan dalam takaran yang ditentukan. Akan tetapi apabila sudah jelas untuk komersialisasi harus diikat dalam kerja sama lisensi, jelasnya.
Mengevaluasi mana yang akan lebih didorong kepada pemanfaatan yang lebih luas diperiode saat biaya pemeliharaan sudah menjadi cost, maka perlu dilakukan pemilahan mana yang akan tetap dipertahankan sebagai berpelindungan, akan tetapi harus dipastikan dapat diperoleh pelisensinya. PR berkaitan dengan HKI paten yang dimiliki BRMP Padi juga seperti itu, perlu diricek kembali. Pimpinan dalam hal ini harus diajak serta mendiskusikan pertimbangan pelindungan ini. Hal lain dari diskusi yang menjadi ide BRMP Padi untuk pengusulan produksi benih tetua padi hibrida yang akan diusulkan dalam mekanisme tarif. Sangat disetujui Nuning karena produksinya tidak mengandalkan ijin penggunaan PNBP yang rawan dengan review dari Kemenkeu, padahal memenuhi permintaan tetua juga bagian dari mendorong pemanfaatan hasil yang lebih luas kepada petani. Disamping bahwa BRMP Padi juga lembaga publik.
Diskusi hari ini merupakan kali kedua, bagi BRMP PH menggali potensi fungsi ‘pengendalian’ dan ruang pengendalian ini harus dipahami bersama-sama, secara khusus bagi Satker penghasil teknologi, terutama kedepan akan diperoleh hasil-hasil perakitan. Hasil diskusi yang bernas kali ini akan menjadi tugas tambahan bagi kedua Satker untuk terus berbenah dengan mekanisme mengelola hasil, baik dari Satker yang saat ini telah memiliki mandat perekayasaan dan perakitan dan BRMP PH yang memiliki mandat mengelola hasilnya, tutup Nuning.